mahasiswa dan organisasi


(Peran dan Fungsi Organisasi Mahasiswa)
MAHASISWA pada saat ini merupakan harapan
terbesar bagi masyarakat sebagai penyambung
lidah rakyat terutama sebagai perubahan di
masyarakat (Agen social of cahange). Sebagai
salah satu potensi, mahasiswa sebagai bagian
dari kaum muda dalam tatanan masyarakat yang mau tidak mau pasti terlibat langsung dalam tiap
fenomena sosial, harus mampu
mengimplementasikan kemampuan
keilmuannya dalam akselerasi perubahan
keumatan ke arah berkeadaban. Keterlibatan mahasiswa dalam setiap perubahan
tatanan kenegaraan selama ini sudah menjadi
jargon dan pilar utama terjaminnya sebuah
tatanan kenegaraan yang demokratis.
Romantisme politis antara mahasiswa dengan
rakyat terlihat sebagai fungsinya sebagai social control termasuk terhadap kebijakan menindas. Mahasiswa dalam hal ini sudah menunjukkan diri
sebagai salah satu potensi yang dapat
diandalkan dalam upaya menuju tatanan
masyarakat yang berkeadilan. Dan distribusinya
baik secara kualitas maupun kuantitas dalam
segala aspek kehidupan sosial sudah semestinya diperhitungkan. Bentuk keberhasilan dalam mewujudkan sebuah
tatanan masyarakat berkeadaban di Indonesia
adalah dengan semakin kecilnya angka
kemiskinan, pengangguran, kriminalitas,
peningkatan taraf ekonomi dan pendidikan, dan
lain sebagainya. Namun, itu semua hanya akan menjadi mimpi belaka manakala semua konsep-
konsep yang dibangun dan berbasis kerakyatan
tersebut tidak dibarengi dengan strategi yang
matang dan jitu ke arah tujuan tersebut. Dan
maksimalisasi fungsi mahasiswa dan kaum
muda dalam tiap laju demokratisasi merupakan salah satu pilar utama yang perlu diperhatikan. Sekali lagi, peran mahasiswa sebagai bagian dari
masyarakat sosial ditunggu. Diharapkan
mahasiswa mampu memainkan peran yang
strategis. Kesatuan visi, tekad, dan perjuangan
untuk kepentingan masyarakat secara luas,
menjadi pondasi utama peran tersebut saat ini atau nanti. Namun, untuk mewujudkan hal
tersebut, sekali lagi, perlu pemetaan, perumusan,
dan penelaahan metode penerapan fungsi
mahasiswa dalam kancah epistemologi
keumatan tersebut. Realitas di Lapangan Pasca gerakan reformasi 1997/1998 hingga saat
ini terjadi neorosis masa yang cukup signifikan,
aksi-aksi mahasiswa terkesan kehilangan comon
enemy (musuh bersama). Solidaritas gerakan
mahasiswa semakin mencair ke dalam ke-akuan
masing-masing. Kampusku, organisasiku, idiologiku, dan keaku-akuan yang lain. Meskipun
tidak bisa dipungkiri masih ada beberapa
organisasi yang tetap konsisten menjadi corong
kepentingan rakyat dengan tetap melakukan
aksi-aski turun ke jalan. Ironisnya, mencairnya gerakan mahasiwa ke
dalam internal kampus tidak menjadikan
organisasi mahasiswa dapat tumbuh dan
berkembang menjadi kekuatan social society dan
memiliki bargaining posisioning dalam mensikapi
kebijakan-kebijakan biokrasi kampus dan mengakomodir aspirasi dan menjadi juru bicara
mahasiswa. Kondisi semacam ini semakin diperparah lagi
dengan tingkah pola segelintir Mahasiswa yang
meng-klaim dirinya sebagai “aktivis kampus ” yang justru menjurus kepada pembenaran atas
kecendrungan analisa negatif sebagai
Mahasiswa lainnya tersebut. Bahkan, sebagian di
antaranya cendrung “arogan”, merasa paling intelek dengan tidak menghiraukan keberadaan
lingkungan sekitarnya. “Aktivis Kampus ” seperti ini kerap berbicara soal Demokrasi, tapi di saat itu juga cendrung
“Otoriter”, memaksakan kehendak dan tidak bisa menerima perbedaan dan pendapat yang
lain. Membahas “revolusi ”, tapi tidak diimbangi dengn revolusi akhlak dalam dirinya
yang masih jauh dari nilai-nilai fitri. Berdebat
tentang Konsep Ketuhanan namun tak nampak
“sifat-sifat” Tuhan dalam dirinya, seperti rahman, Rahim. Maka kalau kondisi ini terus
dibiarkan, maka tidaklah heran organisasi
mahasiswa mengalami degradasi dan
deteroiorasi dalam skala aksi maupun subtansi.
Dan hal inilah yang pada akhirnya menyebabkan
kaderisasi menurun drastis baik kualitas maupun kuantitas. Kondisi objektif di atas bergulir bagaikan bola
salju yang kian membesar dan sulit dicairkan,
sehingga memunculkan kelompok mahasiswa
terbagi sebagai berikut: 1. Kelompok Mahasiswa Kupu-kupu (kuliah
pulang-kuliah pulang). Tipikal dari
individu atau kelompok mahasiswa ini
dominan melewai hari-harinya di
kampus full hanya dengan belajar “Teks Book”, mengerjakan semua yang diperintahkan setiap dosen (baca: dosen)
dengan harapan kuliah dapat selesai
tepat waktu dan meraih prestasi
akademik yang memuaskan sehingga
dapat menjadi dongkrak untuk
peningkatan karier. Ciri khas utama kelompok ini adalah Indeks Prestasi
Komulitatif (IPK) minded, cendrung
eksklusif dan skeptis-apatis terhadap apa
pun bentuk aktivitas organisasi
mahasiswa, senantiasa berpikir
“neraca rugi-laba”, saat diajak ber- organisasi bahkan cendrung subjektif
dalam peniliaiannya tentang aktivitas
kampus. 2. Kelompok Mahasiswa Cheerleader.
Kelompok atau tipikal individu semacam
ini mempunyai beberapa ciri, di
antaranya senang meramaikan atau ikut
menyemarakkan beberapa kegiatan
yang ada di kampus maupun organisasi mahasiswa. Namun, masih “alergi” jika suatu ketika dipercaya untuk
mengemban amanah kepemimpinan
ataupun kepengurusan dalam sebuah
event dan kegiatan sosial
keorganisasian. Bagi mahasiswa model
ini, berkelompok dan berorganisasi haruslah ada muatan “pesta”, bersenang-senang, sekadar pergaulan
dan cendrung tidak mempunyai
pendirian yang pasti terhadap pendapat-
pendapat yang beredar mengelilingi
lingkungan sekitarnya. Siapa yang dekat-
akrab, mereka-lah kawan “organisasinya. ” 3. Kelompok Mahasiswa Aktif dengan
Organisasinya. Kelompok atau individu
dari mahasiswa semacam ini tidak begitu
dominan keberadaannya. Secara
kuantitatif relatif sedikit, sedangkan dari
segi kualitas masih harus dikaji ulang. Eksistensi kelompok atau individu
bertipikal semacam ini sepintas aktif
dengan segenap organisasi
kemahasiwaan yang ada baik yang intra
maupun eksra kampus. Bahkan, dari
yang sedikit jumlahnya di sini, sebagian di antaranya cendurng “kebablasan ”, sehingga ada juga secara tidak sadar
melepas statusnya sebagai mahasiswa
lantaran “kris moneter ” dalam dirinya D-O (baca Drop Out). Ada juga sebagian
diri mereka yang “kehabisan napas ” kerena ketidakmampuan me-manage
waktu yang dimilikinya, sehingga vacum
bahkan berubah menjadi apatis terhadap
organisasi mahasiswa. Merubah Paradigma Berpikir Mahasiswa yang aktif ber-organisasi secara
konsisten semata-mata memiliki pemahaman
bahwa organisasi kemahasiswaan merupakan
sebuah sarana yang efektif dalam meng-kader
dirinya sendiri untuk ke depan. Sebagian di
antaranya masih mempunyai keyakinan pandangan bahwa kampus merupakan tempat
menimba ilmu yang tidak terbatas hanya kepada
pelajaran semata. Dengan bergabung aktif dalam organisasi
kemahasiswaan yang bersifat intra ataupun
eksra kampus berefek kepada perubahan yang
signifikan terhadap wawasan, cara berpikir,
pengetahuan dan ilmu-ilmu sosialisasi,
kepemimpinan serta menajemen kepemimpinan yang notabene tidak diajarkan dalam kurikulum
normatif Perguruan Tinggi. Namun, dalam ber-
organisasilah dapat diraih dengan
memanfaatkan statusnya sebagai mahasiswa. Pemahaman arti penting sebuah organisasi dan
aktivitas organisasi mahasiswa adalah salah satu
persoalan yang pertama-tama harus diluruskan.
Adanya anggapan bahwa ber-organisasi berarti
berdemonstrasi, atau ber-organisasi khusunya di
kampus tidak lebih dari sekadar membuang sebagian waktu, energi, ajang mencari kawan
atau mencari jodoh merupakan bukti adanya
kesalapahaman tentang presepsi sebagian
mahasiswa tentang organisasinya sendiri. Berdasarkan hal tersebut maka organsiasi
mahasiswa dituntut untuk terus meningkatan
kualiatas dirinya. Dan peningkatan pelayanan
terhadap masyarakat mahasiswa. Sebagai
miniatur pemerintahan negara dalam
penyelenggaraan negara yang semestinya dilakukan oleh aparatur negara. Maka, organisasi
mahasiwa harus meng-adopsi prinsip-prinsip
pemerintahan layaknya dalam sebuah negara
dan dikolaborasikan dengan prinsip sebagai
organisasi pengkaderan dan perjuangan. Dengan demikian, satu media yang dapat
membentuk kematangan mahasiswa dalam
hidup bermasyarakat ialah organisasi. Dengan
senantiasa ber-organisasi maka mahasiswa
akan senantiasa terus berinteraksi dan
beraktualisasi, sehingga menjadi pribadi yang kreatif serta dinamis dan lebih bijaksana dalam
persoalan yang mereka hadapi.**

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN (SIM )

Program Kerja SHE pt kai/kereta api indonesia

Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights 1948)