Mudahnya Masuk Organisasi Kampus


Dunia kampus saat ini tak hanya dijadikan sebagai tempat untuk melanjutkan tingkat pendidikan saja. Kampus juga di jadikan sebagai tempat untuk melatih kemampuan diri dalam berorganisasi. Kegiatan dalam organisasi bahkan sering dianggap sebagai penyebab utama mengapa mahasiswa tersebut butuh waktu lama untuk mendapatkan status sarjana. Belajar berorganisasi tidak dimulai di bangku kuliah. Sejak SMP kita sudah mengenal sebuah organisasi yang bernama Organisasi Siswa Intra Sekolah atau OSIS, yang bertugas untuk mengatur segala program kerja yang telah direncanakan sebelumnya. Begitu juga saat SMA, OSIS tetap ada sebagai sarana para murid untuk berlatih berorganisasi.
Untuk bisa menjadi suatu anggota organisasi ketika saya SMP maupun SMA, membutuhkan tes terlebih dahulu untuk menguji kelayakan seorang calon anggota, malah ketika SMP tes yang diajukan berupa tes tertulis tentang pengetahuan umum. Bahkan saya harus menghafalkan susunan kabinet saat itu. Selain tes tertulis, prasyarat nilai juga turut menjadi perhatian bagi penguji. Begitu juga ketika SMA. Tes tertulis memang tidak diadakan, namun untuk nilai dan tes mental juga dilakukan.
Ketika saya masuk ke bangku kuliah, terdapat dua organisasi yang bisa dijadikan tempat untuk belajar berorganisasi. Organisasi pertama disebut sebagai Dewan Perwakilan Mahasiswa atau DPM yang bertugas sebagai wakil mahasiswa dan mengawasi organisasi kedua. Mungkin dalam pemerintahan DPM setara dengan fungsi DPR. Organisasi kedua adalah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang dalam pemerintahan (mungkin) setara dengan Lembaga eksekutif atau presiden. BEM dalam kampus saya, sejauh yang saya tau, biasanya bertugas untuk membuat sebuah eventyang melibatkan seluruh mahasiswa agar aktif menjadi bagian dari acara tersebut.
Sejak awal, saya memang tidak berniat untuk masuk ke dalam salah satu oraganisasi tersebut, saya berpikir rumah saya jauh dari kampus, jadi daripada saya tidak bisa menjaga komitmen, saya memutuskan untuk tidak ikut serta dalam salah satu organisasi tersebut. Teman saya banyak yang antusias untuk mengikuti organisasi tersebut meskipun tak jarang dari mereka yang motivasinya hanya ‘numpang’ eksis. Setelah beberapa bulan berkuliah, teman saya, Jane (bukan nama sebenarnya) sudah menjadi bagian dari organisasi tersebut, sementara belum ada pengumuman mengenai open recruitment dari organisasi terkait. Saya pikir mungkin saya yang ketinggalan berita karena kerjaan saya cuma kuliah pulang kuliah pulang. Sekitar seminggu kemudian, ternyata pengumuman open recruitment anggota organisasi baru terpampang di mading kampus. Otomatis saya bingung, mengapa Jane sudah jadi anggota organisasi padahal pendaftaran baru dibuka.
Ketika saya bertemu dengan Jane, saya langsung bertanya mengenai kebingungan saya. Diapun menjelaskannya. Katanya dirinya memang tidak mengikutiopen recruitment, tapi dirinya mengikuti proses closed recruiment. Sebenarnya saya sendiri baru pertama kali mendengar istilah closed recruitment. Entah istilah tersebut memang ada atau tidak, mungkin saja memang ada tapi saya yang kurang wawasan, jadi tidak tau. Ketika saya meminta penjelasan dari closed recruitment, dirinya tidak mampu menjelaskan. Dia hanya bilang, “Pokoknya ada ‘lah, namanya closed recruitment”. Saya pun mengiyakan saja dan memilih untuk tidak berbingung-bingung lagi.
Beberapa lama kemudian, saya mengetahui dari teman saya yang lain, bahwa ternyata Jane berhasil masuk ke dalam organisasi tanpa melalui fit and proper test. Jane masuk dalam organisasi tersebut karena dia telah mengenal banyak orang dalam organisasi tersebut, dengan kata lain Jane masuk karena hubungan pertemanan.Ternyata selain Jane, ada juga senior saya yang masuk tanpa melalui fit and proper test. Saya tau hal tersebut dari salah seorang teman saya yang diterima menjadi anggota organisasi melalui fit and proper test. Bedanya dengan Jane adalah senior saya masuk ke dalam organisasi karena hubungannya dengan sang pacar yang kebetulan anggota organisasi. Selain mereka berdua, terdapat kurang lebih 2-3 orang(saya tidak tau jumlah pastinya) yang berhasil menjadi anggota organisasi karena memiliki koneksi dengan orang dalam organisasi.
Dari ‘closed recruitment’ tersebut, saya berpikir mudah sekali masuk organisasi dalam kampus saya (saya sendiri juga tidak tau sih prosedur yang digunakan di tiap kampus seperti itu atau tidak). Tidak seperti waktu saya SMP dan SMA. Asal punya hubungan dekat dengan orang dalam, langsung bisa diangkat menjadi anggota, tanpa perlu bersusah seperti anggota lain yang diterima dengan prosedur yang seharusnya. Rasanya kok hal tersebut jadi mirip dengan praktik KKN. Namun, apakah benar yang seperti itu bisa disebut sebagai praktik Share

    Komentar

    Postingan populer dari blog ini

    KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN (SIM )

    Program Kerja SHE pt kai/kereta api indonesia

    Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights 1948)